Senin, 02 Juni 2014

KARAWITAN


MAKALAH
 “LAPORAN HASIL KUNJUNGAN PEMENTASAN SENI di ISI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Seni dan Karawitan
Dosen Pengampu : Waluyo



DISUSUN OLEH      :

Nama             : Ismiati Ragil Handayani
NIM              : A510120196
Kelas             : IV E




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
201
4

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Karawitan berasal dari kata rawit yang berarti rumit, indah, kecil, dan halus, dikatakan rumit karena memiliki instrumen sendiri- sendiri. Kata jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada nondiatonis ( dalam laras slendro dan pelog ) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memilikia fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar. mengandung nilai-nilai histories dan filsofis bagi bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan jawa merupakan salah satu seni budaya yang siwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta ditekuni. Secara Hipotesis, masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian, diantaranya adalah wayang dan gamelan.
Medium karawitan yaitu suara yang terdiri dari vokal dan instrumen. Instrumen memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai pamorga irama (pemimpin) yaitu kendang, sebagai pamorga lagu yaitu rebab, sebagai penghias lagu seperti siter, gambang, suling, gender, barung, dan penerus, dan sebagai penunjuk identitas bentuk gending seperti gong, kenong, kempul, dan kethuk. Dalam karawitan mengolah unsur- unsur suara yaitu tinggi rendah, panjang pendek, keras lirih, cepat lambat dan warna suara.
Karawitan dianggap sebagai suatu kesatuan sistem musik yang memiliki unsur- unsur pembentuk antara lain karawitan sebagai ungkapan seni, karawitan sebagai ilmu, perkembangan karawitan dalam dunia seni dan dunia ilmu, keberadaan karawitan dalam konteks sosial budaya (fungsi dan peranan karawitan dalam masyarakat dan budayanya). Fungsi sosial untuk upacara tradisional seperti menikah dan peringatan hari besar.
Gamelan termasuk musik kontemporer / new musik gamelan. Gamelan termasuk tradisional karena usianya tua, kualitas tinggi, dan penggunaan aturan yang ketat. Penggunaan aturan yang ketat berhubungan dengan gamelan, aspek laras, aspek patet, aspek irama, aspek bentuk dan jenis gendhing, dan aspek vocabuler garap. Dalam karawitan terdapat berbagai jenis irama yaitu irama gropak, irama lancar, irama tanggung, irama dadi, irama wiled, dan irama rangkep.
Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan istana. Kini siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk kategori pusakamempunyai fungsi estetika yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Kita harus bangga memiliki alat kesenian tradisional gamelan. Keagungan gamelan sudah jelas ada. Duniapun mengakui bahwa gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Di dalam suasana bagaimanapun suara gamelan mendapat tempat di hati masyarakat. Gamelan dapat digunakan untuk mendidik rasa keindahan seseorang. Orang yang biasa berkecimpung dalam dunia karawitan, rasa kesetiakawanan tumbuh, tegur sapa halus, tingkah laku sopan. Semua itu karena jiwa seseorang menjadi sehalus gendhing-gendhing.

B.    
PEMBAHASAN

A.  SAJIAN KARAWITAN TRADISIONAL
Berikut adalah uraian dari sajian seni karawitan tradisional yang telah dipentaskan oleh mahasiswa ISI Surakarta pada tanggal 11 April 2014 :
1.      Sajian pertama oleh Dini Sekarwati dan Tri Haryoko. Jumlah pemain 30 orang yang terdiri dari 1 orang pemain bonang, 1 pemain bonang penerus, 1 pemain rebab, 1 pemain gong yang merupakan satu paket dengan kempul, 1 pemain kenong, 1 pemain kethuk kempyang, 1 pemain suling, 1 pemain siter atau kecapi, 9 orang sebagai sinden, 3 orang pemain slenthem dengan pukul 2, 1 orang pemain slenthem biasa, pemain balungan terdapat 7 orang antara lain 3 pemain demung, 3 pemain saron, 1 pemain saron penerusatau peking, 1 pemain pemain kajon karawitan suwuk merupakan tanda akan selesai tempo cepat.
2.      Sajian kedua oleh Liliawati sebagai vokal, Danang Ari Prabowo ricikan rebab, dan Dani ricikan gendir laras slendro patet 6. Jumlah pemain 26 orang, pemain hampir sama dengan sajian pertama tetapi vokal hanya ada 1 orang, serta terdapat 4 penari, 1 orang dalang, terdapat drama yang menggunakan bahasa Jawa.
3.      Sajian ketiga oleh Dewi Mayang Arum sebagai vokal sinden, Deni Rahma Setyawan ricikan rebab, Tri Bayu Santoso ricikan kendang, Swuh ricikan gendir, gending kethuk 4 minggah sekawan, menyajikan megatruh laras pelog patet barang. Jumlah pemain 27 orang, terdapat 1 orang sinden perempuan yang bernyanyi dan 5 sinden laki- laki yang tepuk- tepuk serta bernyanyi, pemain musik yang lainnya sama dengan sajian pertama.

B.   SAJIAN KARAWITAN MODERN
Berikut adalah uraian dari sajian seni karawitan modern yang telah dipentaskan oleh mahasiswa ISI Surakarta pada tanggal 16 April 2014 :
1.      Sajian 1 dipersembahkan  oleh Arna Saputra dkk, yang berjudul “Kluthekan”. Terdapat 10 pemain, 4 orang sebagai pengisi dan kelebihannya ada drama dan lagunya. Sajiannya 1 suara dari gelas, botol kaca yang dipukul dan ditiup, suara yang dihasilkan ada yang bernada tinggi ada juga yang bernada rendah sehingga bisa terbentuk harmonisasi antara alat musik yang satu dengan yang lain bisa terjalin dengan apik. Dalam cerita ada klimaksnya saat musik besar nyanyian besar saat musik kecil nyanyian kecil.
2.      Sajian 2 dipersembahkan oleh Jasno dkk, yang berjudul “Trenyuh”. Terdapat 7 orang pemain musik. Di awal pementasan ada bunyi dari bel kemudian senar yang ditarik, ada suara air yang mengalir dari alat musik yang ada bambunya. Musik yang disajikan divariasi dengan musik karawitan antara lain: bonang, kempyang, dan rebab, Gitar, alat musik sejenis kajon hanya digunakan untuk lagu.
3.      Sajian 3 dipersembahkan oleh Kukuh dkk, yang berjudul “Rondho”. Dalam pementasannya menggunakan alat musik kenyakan tradisional antara lain: seruling, kendhang, bonang, dan kempyang. Tempo yang digunakan awalnya cepat kemudian melambat dan berakhir cepat lagi, yang ditampilkan berupa lagu.
4.      Sajian 4 dipersembahkan oleh Suryo dkk, yang berjudul “Ngedablu” memiliki makna yaitu bicara yang tidak jelas isinya / tidak ada artinya. Alat musik tradisional yang digunakan antara lain: bonang, gong, balungan, seruling. Pada saat musiknya dimainkan terdengar tempo yang lambat kemudian sedang dan berakhir cepat. Dalam memainkan alat musik ada pengulangan musik atau instrumen.
5.      Sajian 5 dipersembahkan oleh Toni dkk, yang berjudul “Kasmaran”. Alat musik yang digunakan gabungan antara musik tradisional dengan musik modern, alat musiknya antara lain: kendhang, gong kecil, bonang, biola, dan gitar. Tempo yang digunakan komposer pada saat pementasan awalnya lambat kemudian sedang dan berakhir cepat. Yang disajikan berupa lagu dan musik, ada pengulangan instrumen juga. Pada saat penutupan musiknya mulai mengecil.
6.      Sajian 6 di persembahkan oleh Udin dkk, yang berjudul “Lewat Belakang”. Pementasan berupa modern musikal, pembukaanya menggunakan pencahayaan korek api gas yang dinyalakan kemudian dimatikan secara bergantian. Sumber bunyi dari tong, wajan yang di sreng-srengkan, gerindra yang mengeluarkan cahaya. Adapun alat musik tradisional yang digunakan yaitu rebab, gong, kecapi, dan bonang. Tempo pada saat awal sedang kemudian secara bertahap melambat.

PENUTUP

            Karawitan dalam penyajiannya terbagi menjadi 2 yaitu, sajian seni karawitan tradisional dan sajian seni karawitan modern. Masing- masing jenis memiliki perbedaan dan persamaan. Karawitan tradisional dalam penyajiannya selalu menggunakan baju adat jawa dan memiliki alur cerita/ makna yang tradisional pula (biasanya alur ceritanya merupakan legenda/ cerita rakyat), saat pementasan selalu menggunakan alat musik tradisional murni, sinden selalu ada, tempo yang digunakan biasanya secara bertahap akan semakin lambat, biasanya karawitan tradisional bersifat resmi dan khas, karena sering dipentaskan pada acara tradisional/ resmi/ memperingati hari besar.
Sementara karawitan modern tidak selalu menggunakan kostum/ baju adat, memiliki alur yang bebas, alat musik yang digunakan merupakan gabungan dari alat musik tradisional dengan alat musik modern, tidak menggunakan sinden karena hampir semua pemain akan bernyanyi atau turut serta menyumbangkan suara dalam pementasannya. Biasanya tempo dalam karawitan modern akan semakin cepat apabila semakin mendekati klimaksnya. Seni karawitan modern biasanya dapat dipentaskan pada semua acara, sehingga karawitan modern bersifat bebas.

paper bahasa jawa


Nama               : Ismiati Ragil Handayani
NIM                : A510120196
Progdi/ Kelas  : PGSD/ IV E

A.    WIDYATEMBUNG (MORFOLOGI)
Widyatembung (morfologi) utawi tata tembung menika kalebet peranganing paramasastra ingkang ngrembag saha nyinau bab tembung, dumadinipun tembung, lan ewahipun satunggaling tembung dados tembung ingkang sanes jalaran kawuwuhan imbuhan.

1.      Wujudipun Tembung
Tembung inggih menika wanda utawa kempalanipun wanda ingkang mawi teges. Tembung basa Jawi menika katitik saking wujudipun saged kaperang wonten sekawan, inggih menika tembung lingga, andhahan, rangkep, saha tembung cambora.
a.       Tembung Wod utawi Akar Kata
Tembung ingkang langkung sepuh katandhing tembung lingga inggih menika tembung wod utawi akar kata. Wod tegesipun oyod utawi akar, wujudipun namung sakecap utawi sawanda namung saged dipunpadosi tegesipun.
b.      Tembung Lingga
Tembung lingga utawi kata asal (kata dasar), inggih menika tembung ingkang tasih wetah, ingkang dereng pikantuk imbuhan menapa –menapa, utawi tembung ingkang tasih wungkul, tasih wantah utawi tasih asli. Tembung lingga saged dipungolongaken wujud bebas (bentuk bebas). Tembung wonten ingkang dumadi saking sawanda, kalih wanda, utawi tiyang wanda (suku kata).
c.       Tembung Andhahan
Tembung andhahan inggih menika tembung ingkang sampun ewah saking asalipun. Tembung andhahan kadados saking tembung lingga ingkang pikantuk imbuhan utawi tembung lingga ingkang sampun dipunrimbag. Imbuhanipun (afiks) wonten 4 (sekawan), inggih menika ater- ater (awalan, prefiks), seselan (sisipan, infiks), panambang (akhiran, sufiks), lan imbuhan sesarengan (konfiks).
1)      Ater- ater utawi Imbuhan wonten Ngajeng (Prefiks)
Inggih menika imbuhan ingkang mapan wonten sangajengipun tembung lingga. Ater- ater ing basa Jawi menika menawi kaperang wonten 14 inggih menika ater- ater a-, ma-/mer-, ma-(N), anuswara, tripurusa, ka-, ke-, pa-, pi-, pra-, pri-, tar-, sa-, kuma-, kapi-, kami-.
2)      Seselan utawi Imbuhan wonten Tengah (Infiks)
Seselan utawi sisipan (infiks) inggih menika imbuhan utawi tambahan ingkang kapapanaken wonten satengahipun tembung. Seselan ing basa Jawi cacahipun wonten 4, inggih menika -um-, -in-, -er-, saha –el-.
3)      Panambang utawi Imbuhan wonten Wingking (Sufiks)
Panambang utawi akhiran (sufiks) inggih menika imbuhan ingkang mapan lan dumunung wonten sakmburinipun tembung. Panyeratipun kagandheng kalihan tembung lingganipun. Panambang wonten ing basa Jawi menika cacahipun kathah sanget, kadosta -i/-ni, -a, -e, -en, -an, -na, -ana, -ane, -ake.
4)      Imbuhan Sesarengan (Konfiks)
Imbuhan sesarengan inggih menika imbuhan ingkang awujud ater- ater (prefiks) lan panambang (sufiks) ingkang kawuwuh utawi katambahaken ing tembung lingga kanthi sesarengan. Imbuhan saged kaperang dados 2, inggih menika :
a)      Imbuhan Sesarengan Rumaket (Serentak/ konfiks)
Tegesipun ater- ater saha panambang kedah kaimbunhaken wonten tembung lingga kanthi sesarengan, boten saged kapenthil- penthil utawi dipunpisah- pisah. Imbuhan basa Jawi ingkang kalebet konfiks inggih menika ka- +tembung+ -an, ke- +tembung+ -en, pa- +tembung+ -an, paN- +tembung+ -an, pra- +tembung+ -an.
b)      Imbuhan Sesarengan Renggang (Boten Sareng)
Imbuhan sesarengan renggang inggih menika imbuhan ingkang awujud ater- ater lan panambang ingkang kasambungaken tembung lingga boten sesarengan, nanging setunggal mbaka setunggal. Imbuhan sesarengan renggang wonten ing basa Jawi menika gunggungipun kathah sanget, inggih menika {A- (Anuswara-) + -i, -a, -ake, -ana, di- + (-i, -a, -ake, -ana); -in- + (-i, -ake, -ana) sa- + -e}
d.      Tembung Rangkep (Reduplikasi)
Tembung rangkep saged kaperang dados 3, inggih menika dwilingga, dwipurwa, dwiwasana. Tembung dwilingga kaperang dados 2, inggih menika tembung dwilingga wantah (murni) lan tembung dwilingga salin swara. Tembung dwiwasana kaperang dados 2, inggih menika tembung dwiwasana wantah (murni) lan tembung dwiwasana salin swara.
e.       Tembung Rangkep Mawa Imbuhan
1)      Tembung rangkep mawa ater- ater
2)      Tembung rangkep mawa seselan
3)      Tembung rangkep mawa panambang.
f.       Tembung Camboran
1)      Tembung camboran wutuh
2)      Tembung camboran tugel

2.      Jinising Tembung
a.       Tembung Aran (kata benda/ nomina)
b.      Tembung Kriya (kata kerja/ verba)
c.       Tembung Kaanan (kata sipat/ adjektiva)
d.      Tembung Katrangan (adverbia)
e.       Tembung Sesulih (Pronomina Pesona)
f.       Tembung Wilangan
g.      Tembung Panggandheng
h.      Tembung Dunung (Ancer- ancer)
i.        Tembung Panggenah (Panyilah)
j.        Tembung Panguwuh (Panyeru)

3.      Ewah- ewahaning Tembung
a.       Tembung Garba (sandi)
Inggih menika tembung ingkang suwanten utawi tembungipun ewah jalaran tembung ing vokal ingkang pungkasan (tembung kapisan) kepanggih kaliyan vokal ingkang wiwitan ing tembung kaping kalih , lajeng nuwuhaken suwanten enggal kawastanan sandi utawi tembung garba (peluluhan, pelesapan utawi fusi).
b.      Tembung Yogyaswara
Inggih tembung ingkang endah, tembung ingkang wandanipun wekasan nglegena, anggadhahi teges jaler (priya) lan sawekdal- wekdal kagantos vokal “I” ingkang anggadhahi teges estri (wanita).